"Akhirnya aku wisuda!!!"
Begitulah kira-kira benak sebagian mahasiswa Ekonomi UNTAN, yang hari ini telah berhasil menyelesaikan studinya dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi alias S.E., terlebih bagi mereka yang sangat ambisius dalam hal mendapatkan gelar sarjana ini. Hasilnya, mereka lulus dengan hasil (IPK) yang memuaskan, bahkan mendapat predikat "lulusan terpuji".
Apalagi pada kelulusan tahun ini, banyak sekali IPK bernominal bagus yang muncul ke permukaan. Yang paling tinggi (tentu saja) adalah 4,00.
Wow, bisa dibayangkan orangnya pasti pinter banget ya. Nilainya selalu A, gak pernah ada B, C, D, apalagi E. Pokoknya selain A jauh-jauh deh!
Kita tentu terheran-heran bagaimana yang bersangkutan bisa memperoleh IPK 4,00 dengan mudahnya. Pasti di pikiran kita muncul pertanyaan-pertanyaan seperti "Cara belajarnya gimana sih?", "Dia makan apa sih biar jadi pinter gitu?", "Gimana caranya biar aku juga bisa jadi kayak gitu juga ya...", "Kayaknya dia bisa jadi joki nih, minta bantu aja sama dia kali ya...", dan lain-lain.
Masih tercengang karena ada mahasiswa yang
CUM LAUDE?
Itu bukan hal yang mustahil. Kemungkinan untuk
CUM LAUDE pasti tetap ada, karena di setiap tahun pasti ada mahasiswa yang cemerlang prestasinya, ataupun juga yang sangat ambisius untuk meraih titel
CUM LAUDE, dan hal itu bisa terlihat bahkan sejak semester-semester awal. Tidak hanya itu, perilaku seseorang juga dapat menentukan apakah dia bakalan
CUM LAUDE atau tidak.
Contoh, mahasiswa, atau secara faktanya adalah mahasiswi, yang
CUM LAUDE di kampus gue, adalah mahasiswi paling rajin masuk kelas, tugas-tugas dari dosen selalu terselesaikan dengan baik, selalu memperhatikan dan mendengarkan saat dosen mengajar di kelas, spontan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari dosen, selalu mengulang bahan kuliah saat di rumah, membiasakan dirinya membaca, aktif juga dalam berorganisasi, dan selalu dekat dengan dosen.
Mau tau seperti apa mahasiswinya? Ini dia :
Maaf, bagi yang penasaran dengan mahasiswi ini, nama mahasiswi yang bersangkutan tidak ikut difoto dengan alasan privasi.
Seperti inilah "Mahasiswa Idaman" yang selalu diimpi-impikan oleh dosen-dosen. Tanpa perlu waktu lama, dia sudah meninggalkan kesan baik bagi setiap dosen yang dia temui. Mungkin ucapan "tiada kesan tanpa kehadiranmu" layak dialamatkan pada mahasiswa-mahasiswa seperti ini.
Saat bergaul dengan sesama mahasiswa dia juga bersikap ramah, dan mau membantu jika ada teman-temannya yang kesulitan dalam memahami kuliah. Begitu sempurnanya performa dia di kampus bahkan membuat mahasiswa-mahasiswa lain minder bukan main. Bayangin aja, kalau misalnya satu kelas modusnya B, tiba-tiba ada info kalau cuma satu orang yang dapat A, pasti semua udah bisa nebak "Yang dapat A pasti dia, gak mungkin yang lain.", dan memang itulah yang terjadi.
Inilah efek samping dari persaingan yang ada di kampus. Di satu sisi mengakibatkan persaingan yang baik, yang membuat mahasiswa lain termotivasi untuk berusaha lebih baik. Namun di satu sisi, persaingan ini juga berakibat munculnya
gap yang sangat jelas terlihat. Seperti adanya geng-geng mahasiswa yang selalu berkumpul dengan teman sekelompoknya saja dan tidak berusaha membaur dengan mahasiswa yang lain. Mereka sering beranggapan bahwa pasti akan sangat sulit untuk berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain, yang memiliki IPK yang bagus ataupun dengan geng-geng lainnya. Dan
gap ini akan sangat susah dihilangkan, yang akan berlanjut hingga setelah kuliah.
Ada lagi fenomena yang mengherankan dalam kampus. Setiap kampus tentu memiliki pengumuman siapa-siapa saja yang wisuda periode ini. Namun, yang begitu terlihat jelas dalam pengumuman itu adalah :
1. Lulusan Tercepat
2. Lulusan Termuda
3. Lulusan dengan IPK Tertinggi
Semuanya soal siapa yang cepat, siapa yang muda, dan siapa yang punya IPK paling tinggi. Perguruan tinggi, tempat lanjutan bagi mahasiswa untuk menimba ilmu telah jauh berubah menjadi tempat untuk mencari gengsi. Sekarang, ukuran sukses bagi mahasiswa bukanlah soal mencari ilmu setinggi-tingginya, tapi soal mendapatkan IPK yang setinggi-tingginya, dengan berbagai cara. Dari yang halal, sampai yang curang. Dan juga satu lagi yang gue pertanyakan, kenapa enggak ada yang menghargai skripsi terbaik? Apa benar ini memang menjadi bukti kalau penelitian yang menggunakan ilmu-ilmu yang kita dapatkan selama kuliah 3-4 tahun gak ada gunanya?
Gue sendiri mencoba untuk tidak terpengaruh dengan masalah IPK itu. Gue sadar gue bukanlah mahasiswa yang cemerlang prestasinya. IPK gue seringkali jatuh. Gue juga sering enggak paham dengan materi kuliah. Gue coba menyibukkan diri gue dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengisi blog ini. Namun tetap saja ada banyak hal yang membuat gue enggak bisa lepas dari masalah IPK ini begitu saja. Seperti banyaknya tuntutan yang dibebankan pada gue, terlebih dari orang tua, dan juga rasa jenuh yang muncul saat datang ke kampus.
Saat ini gue sedang kembali berusaha untuk tetap tidak terpengaruh atas kelulusan hari ini. Gue mencoba untuk menyibukkan diri gue lagi, bukan hanya dengan cara menulis dan mengisi blog ini, tapi juga dengan mencoba menulis skripsi gue. Gue telah memiliki topik skripsi yang akan gue perjuangkan. Gue akan berpandangan realistis soal target, yang berarti gue lulus pada tahun depan, 2013. Terlebih banyak yang mendukung gue, sekarang gue enggak punya alasan untuk enggak serius dalam menulis skripsi. Ini sudah saatnya gue untuk lanjut, jangan terlalu banyak bermain-main, dan harus fokus. Semoga dengan begini, gue mampu meraih target gue yang gue canangkan mulai saat ini.
Oh ya, tak lupa gue mengucapkan, Selamat atas Wisudanya teman-teman mahasiswa, dimanapun kamu saat ini berada. Semoga ilmu yang teman-teman dapatkan tidak sia-sia dan dapat dipraktekkan di masyarakat dengan baik. Amin.