Thursday, October 7, 2010

Atas Nama Ilmu Pengetahuan

Setiap kali gue denger cerita-cerita orang-orang hebat yang dalam usia muda menjuarai kejuaraan sains alias Olimpiade Sains, gue selalu merinding dan mulai merasa minder.

Contohnya beberapa waktu lalu, temen gue cerita soal keberhasilan siswa SMA gue dulu dengan gurunya, kalau si R juara Olimpiade tiga kali berturut-turut, si B bisa ngalahin si R dalam Olimpiade meskipun si B baru kelas X dan si R udah kelas XII, si T berpotensi juara berturut-turut tapi ngelepasin bidangnya dan kuliah di tempat yang lain dari yang biasa, si A dapat beasiswa luar negeri karena juara, dan lain-lain, gue cuma bisa diam sambil neguk soda yang ada di tangan gue. Gue akui, gue emang minder. Sangat minder.

Mau tau apa yang gue pikirin saat itu? Yang gue pikirin sebenarnya cukup simpel : "Gimana ya, biar bisa kayak orang-orang itu? Pada makan apa ya? Ada kiat belajar khusus gak ya? Otaknya berapa cc sih? Jangan-jangan ada hard drive 128 GB berprosesor Intel Atom i8 di dalam otaknya..."

Oke, gue akui, gue emang lebay. Tapi setidaknya, kelebayan gue bisa membuat gue berpikir lebih mendetail tentang suatu hal. Jadi jangan heran kalau tiap hari uban gue bertambah satu helai.

Faktanya, memfokuskan pikiran dalam menghadapi suatu masalah lah yang menjadi solusinya. Sama seperti mahasiswa yang menerapkan SKS alias Sistem Kebut Semalam. Kita hanya akan belajar makul yang akan diujikan dengan habis-habisan. Apapun yang terjadi, apakah kita ketiduran, mata jadi loyo, bawaannya ngantuk, belajar sampai begadang, dan lain-lain, tidak akan kita hiraukan. Karena yang penting adalah kita bisa menguasai materi yang diujikan besok hanya dalam satu malam. Kalau dicocokkan pada masalah sebelumnya, hubungannya ada pada bagaimana persiapan itu dilakukan. Butuh waktu yang lama mempersiapkan diri menghadapi kompetisi sekaliber Olimpiade Sains. Gak cuma jasmani, mental juga perlu disiapin. Kalau gak, yang ada setelah gagal, adalah stres berkepanjangan.

Ngomong-ngomong soal Olimpiade Sains, percaya gak percaya, waktu SMA dulu gue pernah diusulkan buat ikut dalam Olimpiade Kimia. Hanya saja, the tricky part that made me unqualified was, waktu itu gue udah kelas XI. Dengan kata lain, penjurusan udah dimulai dan gue, mungkin udah pada bisa nebak, ada di kelas IPS. Tapi si guru Fisika jadul itu nolak usulan anak IPA. Berikut cuplikan percakapan apa yang terjadi pada suatu Selasa di bulan November 2006 yang gue denger dari penuturan langsung anak-anak IPA itu :

Guru Fisika Jadul (GFJ) : Oke, Fisika sudah semua. Terus, lanjut ke Kimia. Siapa yang bisa wakilin buat Kimia?
Anak-anak IPA (IPA) : E, Pak!!!
GFJ : Oke, E udah dipilih. Terus yang satunya lagi siapa?
IPA : Aulia, Pak!!!
GFJ : Hah? Gak bisa itu. Dia kan IPS, gak boleh ngewakilin IPA.

Setelah denger berita itu, gue cuma bisa ketawa kecil. Gue gak marah karena diusulkan karena gue tau mereka pernah melihat gue ikut les Kimia mereka. Mereka tau kemampuan gue di bidang itu. Gak masalah kalau gue gak ikut Olimpiade. Gue juga emang gak suka dengan persaingan. Hanya aja yang gue permasalahkan dari hal ini adalah : "Pantaskah Ilmu Dimonopoli?"

Apa cuma anak IPA yang harus tau masalah kesehatan dan yang lain gak? Apa cuma anak IPA yang boleh praktek di Lab dan yang lain gak boleh? Apa cuma anak IPA yang bisa ngerti soal anatomi dan yang lain gak bisa? Dan kalau mau diusut, liat cabang Olimpiade SMA, berapa banyak cabang IPS? HANYA EKONOMI. Gak lebih. Bukan maksud untuk membanggakan fakultas gue berada sekarang, tapi semestinya kita prihatin terhadap kenyataan ini.

IPA hanya boleh pelajari IPA. IPS hanya boleh pelajari IPS. Gak boleh nyeberang. Begitukah seharusnya? Jadi siapa yang akan nanggung kalau nanti lulusan IPA gak suka bersosialisasi dengan sekelilingnya sampai gak tau apa yang terjadi, atau lulusan IPS gak tau apa dampak Monosodium glutamat, Klorofluoro karbon, Tetraethyl lead, Kalium sianida, dan lain-lain bagi kesehatan? Kita? Bukan. Salahkan sistem pendidikan yang cenderung separatis dengan penjurusan. Kita hanya bisa mengikuti sistem saja, tanpa tau maksud sistem. Kita udah lama dijajah dan dibodohi oleh paradigma pendidikan seperti ini.

Jadi apa maksud penjurusan? Gak lain hanya untuk memfokuskan diri dalam menuntut pendidikan. Tapi fokus saja gak cukup. Kita perlu ilmu pengetahuan di sekeliling kita sebagai pelengkap hidup. Contoh saja, sebagai umat beragama, kita perlu belajar ilmu agama, tanpa memperhatikan kita dari jurusan mana. Seperti itulah bagaimana kita membutuhkan ilmu pengetahuan.

Balik lagi ke ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan memiliki peranan penting dalam kehidupan. Ilmu pengetahuan dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Ilmu pengetahuan dapat menjadi pelajaran terbaik bagi kita dalam memahami hidup, di luar textbook dan apa yang disampaikan dosen/guru. Ilmu pengetahuan memiliki cakupan luas. Jadi pahamilah lebih dulu ilmu pengetahuan sebelum memulai pendidikan.

Pantaskah ilmu pengetahuan dimonopoli? Kalau gue disuruh jawab, jawaban gue adalah gak. Ilmu pengetahuan itu gak ada yang spesial. Ilmu pengetahuan itu umum. Ilmu pengetahuan itu gak boleh dikhususkan untuk suatu kalangan saja. Karena pada akhirnya ilmu yang kita miliki itu akan diajarkan kembali kepada penerus kita. Kamus juga gak akan bisa bohong. Liat science secara intisarinya. Apa artinya? Ilmu pengetahuan. Dan menurut gue, orang yang melawan ilmu pengetahuan itu sama dengan orang yang melawan waktu, sia-sia.

Contoh, kata cewek, cowok itu gak akan bisa ngerti sedikitpun tentang cewek. Pendapat yang sangat dangkal dan desperate banget buat gue. Boro-boro mau ngelindungin rahasia tentang cewek, cewek aja ada juga yang gak tau apa yang 'seharusnya' udah jadi bidang penguasaannya. Contoh lagi, ada temen gue, cewek, gak tau soal make up, cewek gak bisa masak, cewek gak bisa menjahit, atau lainnya. Kalau masalah inner, cewek juga gak bisa menyangkal kalau rahasia cewek itu udah beredar luas. Buktinya? Tuh, pelajaran biologi, sistem reproduksi... :p

Jadi konklusinya adalah, kita harus bisa berbagi pengetahuan dengan sesama manusia. Jangan pelit! Cewek harus mau berbagi pada cowok apa yang yang mereka ketahui dan pikirin dan sebaliknya, agar bisa terhindar dari hal-hal yang tidak mereka inginkan, sama seperti anak IPA dan anak IPS saling berbagi pengetahuan. Tentang apa yang mereka pelajari dan alami, yang mungkin akan menciptakan kesinambungan terhebat dan terindah dalam hidup manusia, hingga pada akhirnya tidak ada istilah orang bodoh dan orang awam.

Atas nama ilmu pengetahuan, mungkin masa-masa seperti itu akan tercipta di Indonesia...

Dan atas nama ilmu pengetahuan, gue optimis...

"Melawan pada yang berilmu dan berpengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan"
Pramoedya Ananta Toer

0 comments:

Post a Comment

Powered By Blogger